Pendidikan
pada dasarnya adalah untuk membangun gagasan dan emosi secara terus menerus.
Perubahan kesadaran manusia yang juga berlangsung secara terus menerus
memberikan karakter tersendiri pada proses pendidikan. Perubahan tersebut juga
membuat pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan menjadi sebuah proses yang
menyenangkan dan terus mengalami perkembangan, sebagaimana pemikiran dan
perasaan yang juga terus dibangun dan dikembangkan secara berkelanjutan. Peserta
didik datang ke sekolah dengan berbagai pengalaman yang tersimpan dalam ingatan
mereka, baik itu pengalaman fisik maupun pengalaman psikologi yang kompleks,
yang nantinya akan membantu mereka lebih dewasa.
Dalam proses
pendidikan di sekolah khususnya di kelas, tentu terdapat sebuah proses
pengajaran yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik. Berbagai macam
cara dilakukan oleh seorang pendidik agar proses pengajaran dapat berlangsung
optimal. Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang merangkul semua pengalaman
belajar peserta didik yang menitikberatkan bagaimana interaksi antara gagasan
dan emosi dengan suasana kelas dan bagaimana keduanya dapat berubah sesuai dengan
suasana yang juga ikut berubah.
P31roses
pengajaran harus dijalankan sesuai dengan urutannya supaya peserta didik dapat
dengan mudah dan tetap terfokus mengikuti proses pengajaran tersebut. Artinya,
seroang pendidik harus mampu merancang sebuah aktivitas pengajaran di kelas
supaya tujuan dari pengajaran tersebut dapat tercapai secara optimal. Adapaun
dalam buku Models of Teaching ini,
penulis menggunakan istilah pengajaran dan pembelajaran, namun penulis
menganggap bahwa istilah pengajaran sama dengan pembelajaran yang memiliki
makna sama, yaitu itu untuk membuat peserta didik menjadi pembelajar.
Sebuah
rancangan aktivitas pembelajaran disusun dengan tujuan agar proses pembelajaran
dapat berlangsung secara optimal. Ketika rancangan aktivitas pembelajaran
tersebut telah diaplikasikan di dalam suatu kelas, maka akan muncul
temuan-temuan yang nantinya akan menjadi dasar dalam hal mengembangkan
rancangan aktivitas pembelajaran itu sendiri. Di dalam buku Models of Teaching ini diungkapkan
beberapa temuan / studi kasus dari rancangan aktivitas pembelajaran yang sudah
diterapkan oleh beberapa pendidik yang kemudian diteliti dan terus dikembangkan
sehingga menjadi Model Pembelajaran. Dalam kasus yang diungkapkan ini juga
dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan utama dari pembelajaran adalah bagaimana
caranya membelajarkan peserta didik menjadi seorang pembelajar, sehingga jika
seorang peserta didik sudah menjadi seorang pembelajar maka peserta didik
tersebut akan mudah dalam menjelajah dunia mereka dan berkembang sesuai minat
dan bakat mereka. Adapun beberapa kasus yang dimaksud tersebut terdapat 4
kasus, dimana terdapat 4 orang pendidik yang berbeda dengan kelas yang berbeda,
dan dengan rangkaian aktivitas pembelajaran yang berbeda pula. Jika kita
simpulkan, inti dari masing-masing rangkaian aktivitas pembelajaran dari
keempat kasus tersebut adalah :
a.
Kasus
1 : Model inquiry training diterapkan dengan cara mempertemukan para peserta
didik dengan keadaan atau masalah yang sedikit membingungkan mereka. Kemudian,
dengan bertanya dan melakukan eksperimentasi, mereka diajak untuk membangun dan
menguji gagasan-gagasan. Berawal dari hal ini akan terbangun sebuah komunitas
yang para anggotanya dapat bekerja sama dalam menjelajah dunia mereka sendiri.
Model inquiry
training diterapkan dengan cara mempertemukan para peserta didik dengan keadaan
atau masalah yang sedikit membingungkan mereka. Kemudian, dengan bertanya dan
melakukan eksperimentasi, mereka diajak untuk membangun dan menguji
gagasan-gagasan. Berawal dari hal ini akan terbangun sebuah komunitas yang para
anggotanya dapat bekerja sama dalam menjelajah dunia mereka sendiri.
b.
Kasus
2 : Model inductive thinking diterapkan dengan cara mengarahkan peserta
didik untuk menguji hipotesis. Model ini
mempelajari bagaimana para peserta didik berpikir, apa yang mereka
saksikan dan apa yang tidak, dan membantu mereka memecahkan masalah dengan cermat,
yang pada akhirnya berujung pada suatu komunitas pemikir induktif (community of inductive thinker).
c.
Kasus
3 : Model pengajaran hukum (jurisprudential
models) dirancang untuk memandu peserta didik belajar seputar
masalah-masalah kebijakan publik dan nilai-nilai mereka sendiri.
d.
Kasus
4 : Model Penyelidikan Berkelompok (group
investigation model) diawali dengan
menyajikan informasi pada peserta didik yang akan membimbing mereka
secara perlahan pada tahap penelitian. Mereka kemudian meneliti menurut persepsi
mereka sendiri, mencatat beberapa kesamaan , dan perbedaan dalam persepsi
tersebut hingga penelitian yang dilakukannya berlangsung sukses.
Pada
pembahasan Membangun Komunitas Pembelajar
Ahli dalam buku ini, dituangkan beberapa pengalaman pendidik dalam mendidik
dan mengajar peserta didik dalam hal penerapan rancangan aktivitas yang mereka
buat. Setelah melihat respon yang diberikan oleh pesertda didik, pendidik terus
melakukan pengembangan dan pembaharuan untuk melengkapi rancangan aktivitas
pembelajaran yang mereka buat. 31
A. Model-Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran yang kita kenal saat ini merupakan hasil dari
perjuangan dan pengalaman pendidik yang telah berhasil membuat jalan baru bagi kita untuk melakukan
penelitian lebih lanjut. Semua pendidik membuat sebuah reportoar tentang
berbagai praktik pengajaran agar mereka dapat berinteraksi dengan para peserta
didik dan mempertajam lingkungan/suasana saat mengajar peserta didik-peserta
didiknya. Beberapa praktik ini menjadi sasaran kajian formal, diteliti dan
dipoles sehingga menjadi model-model yang dapat kita gunakan saat ini untuk
mengembangkan skill-skill profesional untuk tugas-tugas pengajaran. Kunci
mendapatkan model yang baik adalah dengan menggunakan model tersebut sebagai
perangkat penelitian. Kita menyediakan lingkungan-lingkungan pembelajaran,
mempelajari respon peserta didik, dan belajar dari pengalaman-pengalaman saat
menggunakan model tersebut.
Cara penerapan suatu pembelajaran akan berpengaruh besar terhadap
kemampuan peserta didik dalam mendidik diri mereka sendiri. Pendidik yang
sukses bukan sekedar penyaji yang kharismatik dan persuasif, namun pendidik
yang sukses adalah pendidik yang melibatkan para peserta didik dalam
tugas-tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial, juga mengajari mereka
bagaimana mengerjakan tugas-tugas tersebut secara produktif. Dapat disimpulkan
bahawa mengajar adalah mencetak para pembelajar yang handal (powerfull learners).
Prinsip yang sama juga berlaku di sekolah. Sekolah-sekolah yang hebat
akan mengajari peserta didik untuk belajar. Kita mengukur pengaruh dari berbagai
model-model pembelajaran tidak hanya dari seberapa besar kita mampu mencapai
mata pelajaran tertentu yang kita tuju (seperti harga diri, keterampilan
sosial, informasi, gagasan dan kreativitas), tetapi juga seberapa besar kita
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam belajar, yang memang merupakan
tujuan dasar mereka bersekolah.
B. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran
Penelitian-penelitian tentang model-model pengajaran dan efektivitas
penerapannya telah menghasilkan dua pertanyaan mendasar :
Seberapa
cepat peserta didik diajari untuk belajar lebih efektif ?
Seberapa
luas jangkauan peserta didik dilatih untuk belajar lebih hebat ?
a.
Respon Cepat terhadap Perubahan-Perubahan
Instruksional
Pengajaran dapat membuat sebuah perbedaan besar pada peserta
didik, baik pada tingkat kelas maupun tingkat sekolah. Inilah salah satu inti
dari pengajaran efektif yang tentu saja disadari oleh para pendidik yang
efektif pula. Pendidik yang efektif selalu percaya diri bahwa mereka dapat
membuat suatu perbedaan dan bahwa perbedaan tersebut dibuat dengan cara
menyesuaikan strategi atau perangkat pembelajaran mereka dengan kondisi peserta
didik saat itu. Kemudian, mereka mempelajari pola belajar peserta didik dengan
cermat dan membuat lingkungan belajar menjadi nyaman dan menyenangkan untuk
mempercepat peningkatan hasil belajar peserta didik.
b.
Merancang Sekolah sebagai Tempat Semua Orang
Bisa Belajar
Seorang pendidik tentunya menyimpan harapan besar
pada setiap peserta didiknya. Seorang pendidik berharap bahwa peserta didiknya
dapat menjadi seorang yang tidak hanya menguasai materi yang sedang diajarkan,
namun juga diharapkan dapat memahami dunia sosial, berbakti pada perubahan,
mengembangkan harkat dan martabat, harga
diri, dan keterampilan dalam menggali dan mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya masing-masing. Dengan demikian, perlu dilakukan usaha dari seorang
pendidik agar harapan-harapan tersebut kelak dapat terwujud. Salah satu cara
yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah membuat rancangan aktivitas
pembelajaran di sekolah dan kelas yang dapat menunjang dan mempermudah proses
pembelajaran peserta didik. Setelah rancangan tersebut selesai dan kemudian
diterapkan, pendidik wajib melihat respon dari peserta didik sehingga rancangan
kegiatan pembelajaran terus diperbaharui menyesuaikan kondisi peserta didik.
Singkatnya, seorang pendidik wajib menciptakan suatu komunitas pembelajar di
lingkungan sekolah.
C. Konsep-Konsep Pembelajaran yang berlaku
pada seluruh Model Pembelajaran
Penting bagi kita sebagai calon pendidik
untuk mengenali gagasan-gagasan yang mendasari model pengajaran. Cara-cara
berpikir yang membantu kita dalam mengamati kondisi peserta didik dan meneliti
model-model yang kita gunakan dan berusaha mengerti lebih baik tentang
model-model tersebut dan cara penggunaannya.
Saat ini, pemikiran tentang peserta didik dan lingkungan pendidikan
meliputi beberapa istilah penting, antara lain :
a.
Kontruktivisme
Pertama, gagasan tentang pembelajaran yang merupakan konstruksi
pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, otak menyimpan informasi, mengolahnya,
dan mengubah konsepsi-konsepsi yang ada sebelumnya. Pembelajaran bukan hanya
sekedar proses menyerap informasi, gagasan, dan keterampilan; karena materi
baru tersebut akan dikonstruksi oleh otak.
Kedua, otak bekerja sejak lahir. Anak mempelajari kebudayaan dan
berbagai keragaman lain yang ada dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sejak
mereka masih balita, atau bahkan bayi. Sebagaimana anak kecil, kita
mengembangkan informasi dan gagasan yang amat banyak jumlahnya, kita juga
mempelajari cara-cara berinteraksi dengan oranglain, dan kita belajar bagaimana
mengirimkan bahasa dan kebudayaan kita pada anak-anak kita sendiri nantinya.
Informasi baru yang kita peroleh terbentuk sebagai kerangka berpikir dan
rancangan kuat dari kontruksi gagasan yang telah ada sebelumnya.
Disamping budaya, sikap kontruktivis adalah bahwa pengetahuan tidak
sekedar ditransmisikan oleh pendidik atau orangtua, tetapi mau tidak mau harus
dibangun dan dimuncul sendiri oleh peserta didik agar mereka dapat merespons
informasi dalam lingkungan pendidikan.
b. Metakognitif
Metakognitif dan konstruktivisme merupakan dua istilah yang
berhubungan dalam hal kesadaran peserta didik atau pembelajar terhadap
bagaimana mereka belajar dan mengembangkan perangkat serta mengamati kemajuan.
Mereka menggunakan strategi-strategi belajar daripada secara pasif merespon
lingkungan pembelajaran untuk mengembangkan kontrol eksekutif (executive control). Dengan begitu, peserta
didik akan berusaha untuk memahami buku bacaan yang sedang dia ingin pahami
sebagai salah satu dampak dari pengembangan kontrol eksekutif. Namun, masih
banyak peserta didik yang pasif terhadap buku bacaan mereka, sehingga mereka
hanya mengikuti materi dari buku bacaan tersebut tanpa mengontruksi pengetahuan
mereka secara aktif. Namun demikian, ada juga peserta didik yang bersikap aktif
terhadap buku bacaan mereka, sehingga mereka bersikap kritis terhadap materi
yang sedang mereka baca dengan meningkatkan pemahaman mereka dan membuat konsep
dari materi yang telah mereka pahami dari buku bacaan tersebut. Dengan begitu, peserta
didik yang bersikap aktif tersebut akan lebuh baik dari peserta didik yang
bersikap pasif, pengetahuan mereka akan lebih matang dengan pemahaman yang
mereka peroleh, sebagai pendidik mampu merancang sebuah instruksi positif untuk
mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Hubungan konsep-konsep konstruktivisme dan metakognitif
dapat dilihat dengan menerapkannya pada kurikulum dan pembelajaran. Contohnya
dengan pembelajaran, jika pendidik mengajar peserta didik mengenai suatu materi
yang berkaitan dengan sains, pendidik dapat mengaitkan atau menggunakan proses
tersebut dengan pelajaran lain, tidak hanya dengan proses berpikir ilmiah yang
hanya digunakan untuk sains. Perkins (1984) mengatakan, berbicara tentang keterampilan berpikir dalam semua bidang kurikulum, peserta
didik harus dilatih untuk memperolah dan menyimpan pengetahuan, memahaminya
dengan membangun konsep, kemudian menerapkannya agar nanti mereka bisa menjadi
seorang pemikir generatif (produktif). (Bruce Joyce, 2009: 15). Ketika
mengeksplorasi atau mencari bahkan memilih model-model pembelajaran yang akan
digunakan untuk melakukan pengajaran kepada peserta didik, seorang pendidik
harus benar-benar mampu memperhatikan pola-pola pembelajaran yang
menggarisbawahi masing-masing model tersebut agar dapat membantu peserta didik
untuk mengembangkan kontrol metakognitif dari masing-masing model pembelajaran
tersebut, sehingga dapat membantu mereka dalam belajar mengonstruksi
pengetahuan yang telah mereka pelajari dan pahami.
c. Scaffolding
Menerapkan scaffolding dalam pembelajaran adalah berbagai cara
untuk membantu peserta didik dalam memperoleh kontrol metakognitif secara
maksimal, yang dilakukan dengan cara mempelejari kemampuan peserta didik
sebagai pembelajar dan memerhatikan perkembangan strategi belajar, ini
merupakan salah satu strategi dari semua model yang akan pendidik pelajari
nanti.
Pengajaran
Timbal Balik dalam Reading Comprehension
Strategi pembelajaran kooperatif yang bersifat umum,
kebanyakan diterapkan untuk berbagai bidang yang bertujuan dalam kurikulum
untuk membangun pemahaman dan keterampilan interpersonal. Materi listening dan reading comprehension merupakan pengajaran timbal balik yang khusus
dirancang untuk mengupayakan pemahaman (comprehension)
sebagai proses pemecahan masalah dalam kelompok penelitian. Tujuan utama
dalam pengajaran membaca adalah meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik
dalam memahami suatu bacaan, sehingga dapat meningkatkan efektivitas mereka
dalam bekerja sama sebagai peneliti.
Proses berpikir multidimensional adalah membaca (reading), seorang ahli pembaca memiliki
kosa kata yang cukup banyak dan mengetahui bagaimana mereka menambahkan kosa
kata itu untuk memecahkan masalah mereka ketika membaca seperti apabila
menemukan kata-kata asing/ tak dikenal, mereka bisa mengetahui maksud dari
bacaan tersebut dengan kemampuan pengetahuan mereka, sehingga mereka dapat
memahami ide sang pengarang dari bacaan tersebut dengan cara memahami makna
dari kata, kalimat bahkan paragraf dari teks-teks yang lebih panjang untuk
mengasah kemampuan mereka. Tetapi dalam membaca juga harus mempunyai kemampuan
pemahaman (comprehension), karena
jika hanya membaca saja tanpa memahami dari bacaan tersebut sama saja dengan
tidak membaca. Oleh karena itu, teknik-teknik yang dapat mengembangkan
pemahaman harus dikembangkan menjadi prioritas utama sebagai pengajaran timbal
balik yang akan menjadi salah satu dari berbagai pendekatan yang akan membantu peserta
didik mengembangkan kemampuan pemahaman mereka yang lebih baik dalam memahami
arti kata, kalimat serta paragraf dalam teks yang panjang.
Kemampuan membaca merupakan pendekatan yang sederhana dan
mudah. Dalam memahami bacaan terdapat empat teknik yang bisa dijadikan pendidik
sebagai model pengajaran, diantaranya 1) mengembangkan pertanyaan-pertanyaan
tentang suatu bacaan, 2) membuat ringkasan tentang apa yang disampaikan dalam
bacaan tersebut, 3) berusaha memperjelas makna yang terkandung dalam bacaan
tersebut, dan 4) memikirkan prediksi dan membuatnya tentang apa yang mungkin
tertulis pada paragraf selanjutnya. Peran pendidik dalam hal ini adalah harus
mampu menyesuaikan kemampuan peserta didik agar peserta didik menjadi lebih
terampil dan mampu memonitor sendiri dalam menggunakan strategi-strategi yang
diperlukan dalam materi listening
yang diterangkan oleh pendidik yang berupa dialog. Pengembangan kontrol
metakognitif didasarkan pada self
monitoring dengan strategi-strategi yang digunakan dalam teknik pengajaran.
Pendidik membantu peserta didik untuk menyediakan perlengkapan yang akan
digunakan tetapi tidak sepenuhnya membantu peserta didik dalam menguasai
strategi. Pertanyaan-pertanyaan dalam dialog akan membantu peserta didik dalam memahami
bacaan dan menyadarkan peserta didik dalam menuntun penelitian yang mereka
lakukan. Kepemimpinan peserta didik yang dilakukan secara bergiliran juga
merupakan salah satu pengajaran bagi mereka untuk dapat bersikap tanggung jawab
dalam mempimpin peserta didik lainnya.
Menerapkan pengajaran timbal balik harus memiliki
prinsip-prinsip tanggapan/ respon untuk mengamati peserta didik dan menyediakan
dukungan yang secukupnya, ini dapat dijadikan kunci sukses dalam pengajaran
timbal-balik. Pendidik membuat kelompok-kelompok kecil untuk peserta didik
sekolah dasar atau menengah yang kemampuan mereka kurang dalam hal memahami
bacaan, kemudian mengadakan pemantapan.
Setiap model memiliki prinsip
tanggapan dan beberapa petunjuk yang dapat membantu pendidik menyesuaikan
dengan kemampuan peserta didik, sehingga dapat mengevaluasi penelitian mereka
secara efektif.
Dalam pengajaran berdasarkan scaffolding, pendidik memandang kerja sebagai proses mengamati
tanggapan peserta didik dan meningkatkan kemampuan yang mereka miliki, meliputi
pemahaman metakognitif dalam hal performance.
Pendidik harus mampu menyesuaikan kemampuan peserta didiknya, dengan model ini,
pendidik mengamati pada tingkat yang mana peserta didiknya berada, dan mencoba
mendorong performa peserta didiknya
agar lebih efektif.
d. Optimal
Mismatch : Wilayah Perkembangan yang Paling Memungkinkan
Dalam mengajar, pendidik harus mengetahui kemampuan peserta
didik dan pengetahuan awal peserta didik. Jika pendidik mengajarkan peserta
didik tentang apa yang mereka ketahui dan sedang mereka lakukan dengan
pemahaman mereka, peserta didik akan mudah bosan dan akan tidak lebih giat
belajar, sehingga tidak akan ada peristiwa pengembangan strategi belajar lebih
hebat. Sebaliknya, jika pendidik mengajarkan peserta didik dengan melebihi
kemampuan dan pengetahuan mereka, ini akan membuat peserta didik berjuang
terlalu keras untuk belajar lebih optimal. Ini merupakan tantangan bagi pendidik
dalam melakukan pengajaran untuk mencapai tujuan-tujuan dan proses proses yang
dapat dijangkau peserta didik dan tidak melampaui kemampuan mereka.
Ketika peserta didik melakukan kerja sama dalam kelompok
untuk mengerjakan tugas yang diberikan pendidik untuk mengklasifikasi informasi
baru, tidak semua peserta didik dapat melakukan hal itu, karena kemampuan yang
mereka miliki berbeda-beda untuk menghasilkan kerja yang efektif. Ada peserta
didik yang dapat melakukan bekerja sama dengan baik dalam kelompok kecil,
tetapi tidak dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompok besar, dan begitu
sebaliknya, ada peserta didik yang bekerja sama dengan baik dalam kelompok
besar tetapi tidak dapat bekerja dengan baik dalam kelompok kecil, juga ada peserta
didik yang bekerja dengan baik jika dia memperoleh dukungan yang banyak untuk membangun
kategori yang efektif. Jika pendidik melakukan pengelompokkan peserta didik dan
hasil dari kerja kelompok peserta didik itu baik, maka pendidik tersebut
berhasil dalam mengelompokkan kemampuan peserta didik dalam kelompok tersebut.
Inilah prinsip optimal mismatch yang
kelihatannya mudah dan sederhana, tetapi dalam penerapannya sulit.
Mencari Wilayah
Perkembangan yang Paling Memungkinkan
Ketika peserta didik diberikan tugas yang sulit atau di luar
kemampuan mereka, mereka akan merasa tertantang dalam membuat tugas tersebut,
sehingga dapat mendorong peserta didik untuk berkembang dengan kemampuan yang
mereka miliki tanpa harus merepotkan diri sendiri dan memberatkan mereka jika
mereka menganggap tugas tersebut adalah tantangan untuk mereka, tetapi jika
sebaliknya, mereka menganggap tugas tersebut merupakan sesuatu yang sangat
sulit untuk mereka kerjakan maka akan menimbulkan dampak lain dari diri peserta
didik tersebut.
Mengamati peserta didik dan menentukan waktu yang tepat
untuk menerapkan keterampilan peserta didik dalam memahami suatu bacaan lebih
banyak lagi merupakan bagian yang paling rumit dari pengajaran timbal balik. Pendidik
harus melakukan sesuatu untuk membuat prediksi dan mendorong peserta didik
untuk mencapai kemampuan mereka agar lebih terampil, jika pendidik memberikan
tuntutan kepada peserta didik untuk membuat prediksi tentang apa yang akan
tertulis pada kutipan selanjutnya.
Wilayah
perkembangan yang paling memungkinkan adalah upaya
kerangka rujukan yang diciptakan Vygotsky untuk membantu gutu memahami tingkat
perkembangan peserta didik dan menyusun tugas-tugas kognitif atau tuntutan
lingkungan sosial yang dapat mendorong peserta didik untuk berkembang, dan
Piaget juga menciptakan kerangka kerja untuk memahami tingkat perkembangan dan suasana
menyenangkan yang memungkinkan peserta didik dapat aktif dan tumbuh berkembang
tanpa ada tekanan yang berlebihan. (Bruce Joyce, 2009:19). Kerangka rujukan
atau kerangka kerja yang dicipatakan kedua pakar tersebut sangat membantu pendidik
dalam mempelajari tingkat perkembangan pertumbuhan peserta didik sebagai
perserta didiknya serta mengetahui tingkat intelektual dan emosional mereka
secara umum.
Lingkungan-Lingkungan yang Optimal
Membandingkan tingkat perkembangan kepribadian seseorang
dengan lingkungannya dan mendorongnya untuk masuk pada tingkatan perkembangan
selanjutnya merupakan prosedut terbaik dalam mendorong perkembangan individu
menuju kompleksitas dan fleksibilitas. Berikut merupakan ringkasan dari empat
tingkatan konseptual yang mengindisikasikan bentuk-bentuk lingkungan optimal
pendidikan pada umumnya :
No
|
Karakteristik-Karakteristik
Tingkatan
|
Lingkungan
Optimal
|
1
|
Tingkatan ini ditandai oleh
corak respons tertentu secara radikal. Individu cenderung melihat segala
sesuatu secara hati-hati, apakah benar atau salah, dan dia cenderung
mengelompokkan dunia dalam bentuk-bentuk citraan (stereotype). Dia lebih suka pada hubungan sosial satu pihak (unilateral social relationship) yang
melihat secara hirarkial sekelompok orang yang ada di bawahnya atau di
atasnya. Dia juga cenderung menolak informasi yang tidak cocok dengan sistem
kepercayaannya saat itu atau memutar balikkan informasi tersebut untuk
disimpan dalam kategori-kategori yang sudah ada.
|
Untuk menghasilkan perkembangan
yang berarti dalam tingkatan ini, lingkungan peru disusun secara logis dan
sempurna, karena jelas individu ini akan lebih tegas dan tegar pada berbagai
sitem sosial yang terbuka. Pada saat yang bersamaan, lingkunga tersebut juga
harus menekankan “aturan” yang sedikit memaksa mereka untuk mengembangkan
citra diri yang sewaktu-waktu dapat terpisah dari sistem-sistem
kepercayaannya. Lingkungan ini juga harus mendidik mereka untuk mengakui
bahwa manusia, termasuk mereka, memiliki pandangan dunia yang berbeda-beda
sehingga mereka mampu menegosiasikan mana yang salah dan mana yang benar
dalam situasi dan aturan tertentu. Ringkasnya, lingkungan yang bagi individu
ini adalah pengawasan yang simpatik, terencana dan tak pilih kasih dengan
tetap menekankan pada negosiasi dan pencitraan terhadap sendiri.
|
2
|
Pada tingkatan ini, individu
melepaskan diri dari aturan dan kepercayaan yang kaku yang dia miliki
sebelumnya. Dia selalu dalam situasi yang penuh dengan resistensi terhadap
kekuasaan dan cenderung melawan kendali dari segala arah, bahkan dari hal-hal
yang tak mampu dia lakukan sekalipun. Dia masih cenderung mendikotomi
lingkungan. Dia sulit melihat pandangan dari orang lain dan sulit
mempertahankan keseimbangan antara pedoman kerja dan relasi interpersonal.
|
Citra diri yang diajurkan
sekarang sudah muncul, dan dia harus mulai membangun ikatan dengan orang
lain, mulai belajar dari pandangan orang lain, dan melihat bagaimana semua
ini bekerja dalam kondisi dan situasi tertentu. Oleh karena itu, lingkungan
untuk individu ini perlu menekankan tawar-menawar dalam relasi interpersonal
sekaligus menekankan divergensi dalam mengembangkan aturan dan konsep.
|
3
|
Pada tingkat ini individu mulai
membangun ikatan yang dekat dengan orang lain dan belajar dari pandangan
mereka. Dalam relasi yang baru dia temukan dengan orang lian ini, dia sulit
mempertahankan pedoman kerja karena perduli terhadap perkembangan relasi
interpersonal. Namun, dia mulai menyeimbangkan beberapa alternatif dan
membangun konsep-konsep yang menjembatani perbedaan pandngan dan gagasan yang
tampak bertolak belakang satu sama lain.
|
Lingungan dalam hal ini
seharusnya memperkuat relasi interpersonal yang sudah terbangun, tetapi juga
harus dilakukan penekanan pada tugas-tugas dimana individu tersebut sebagai
bagian dari kelompok harus berhasil mencapai tujuan sebagaimana dia
memelihara relasi dirinya dengan individu-individu lain. Jika lingkungan
terlampau protektif, dia bisa saja tertawan pada tingkatan ini, dan walaupun
dia terus mengembangkan keterampilannya dalam relasi interpersonal, dia
mustahil bisa mengembangkan skill lebih lanjut dalam melakukan
konseptualisasi atau mempertahankan dirinya dalam keadaan yang menuntutnya
untuk bekerja.
|
4
|
Individu mempertahankan suatu
perspektif yang diseimbangkan dengan pedoman kerja dan relasi interpersonal.
Dia akan membangun konstruk-konstruk dan kepercayaan-kerpercayaan baru, atau
sistem-sistem kepercayaan, yang sangat penting untuk menyesuaikan
situasi-situasi dan informasi baru yang selalu berubah. Selain itu, dia mampu
bermusyawarah dengan orang lain tentang aturan-aturan kebiasaan
(konvensional) yang akan mengontrol perilaku di bawah kondisi-kondisi
tertentu. Dia dapat bekerja sama dengan orang lain dalam merancang
program-program kegiatan dan bermusyawarah dengan mereka tentang
sistem-sistem konseptual untuk mendekati masalah-masalah kasat mata.
|
Individu ini cukup adaptabel, Anda hanya perlu keyakinan
untuk membangun keyakinan untuk membangun lingkungan yang interdependent,
berorientasi informasi, dan mungkin juga rumit.
|
(Sumber : Bruce Joyce, 2009:19-21)
Tabel di atas memperlihatkan tingkatan-tingkatan
perkembangan kepribadian seseorang dengan lingkungannya. Dengan memahami tabel
di atas, maka dapat diketahui cara dan sebab respon peserta didik terhadap apa
yang disampikan oleh pendidiknya. Semakin tinggi tingkatan-tingkatan tersebut,
maka peserta didik semakin lepas kontrol meskipun tetap saja responsif pada
kekuatan dan tantangan menjadi seorang pemimpin. Dengan pendidik memberikan
tantangan kepada peserta didik, akan menjadikan peserta didik tersebut
berkembang untuk menghasilkan kemampuan yang lebih besar agar bisa mencapai
pandangan-pandangan alternatif dan menghormati pendapat orang lain. Pendidik
harus mampu mendorong mereka untuk berkembang menjadi lebih baik, mengembangkan
fleksibilitas konsepsi peserta didik merupakan tujuan pendidikan yang menjadi
tantangan pendidik.
Dalam gagasan tentang optimal mismatch, pendidik mendapatkan
satu petunjuk dalam meningkatkan kemampuan peserta didiknya yang berbeda-beda. Pendidik
menyediakan yang dibutukan peserta didik dan membantu mereka dalam
merancangnya, tetapi tidak sepenuhnya membantu mereka, pendidik cukup
memberikan petunjuk agar peserta didik mampu bekerja mandiri.
e. Peran
Performa Ahli dalam Menyeleksi Tujuan
Jika ingin melahirkan peserta didik yang berkualitas dan
memiliki kompetensi yang tinggi, maka diperlukan seorang pendidik yang
berkualitas dan terbaik juga dalam kompetensi yang dimiliki pendidik tersebut.
Tetapi di samping itu, peran para ahli kurikulum juga menentukan peserta didik
yang terbaik dan kompeten. Jika kurikulum yang digunakan baik dalam
pembelajaran, maka harus dituntut baik dalam merancang kurikulum tersebut agar
dapat membantu peserta didik menuju tingkat kompetensi yang lebih tinggi atau
apapun yang harus dilakukan atau disajikan pada peserta didik untuk mencapai
performa tertinggi. Peran performa ahli ini menjadi suatu model yang dapat
digunakan peserta didik untuk membangun dan mengembangkan kemampuan potensi
mereka secara terus menerus.
Perilaku para ahli dapat digunakan untuk membantu mencapai
tujuan pada seluruh bidang kurikulum, contohnya :
- Dalam
pelajaran membaca, pendidik dapat mempelajari materi ini dari para ahli membaca
bagaimana mereka dapat mendekati teks, mengidentifikasi kata-kata, mencari
pemahaman dan membangun kosa kata, setelah itu pendidik menyusun kurikulum
untuk membantu peserta didik mengembangkan kompetensi yang mereka miliki.
- Dalam
pelajaran menulis, pendidik dapat mempelajari materi ini dari para ahli menulis
atau pengarang tentang bagaimana mengembangkan judul, memperkenalkan topik dan
karakter serta penyusunan membuat kalimat yang berpadu.
- Dalam
pelajaran ilmu-ilmu sosial, pendidik dapat mempelajari materi ini dari pada
ahli sosiologi, ekonomi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, agar peserta didik dapat
membandingkan karakteristik-karakteristik setiap masyarakat tertentu dengan
menggunakan beberapa jenis konsep yang digunakan oleh para pengamat sosial,
sehingga peserta didik dapat berkumpul dan mengolah informasi tentang kelompok
sosial, tetangga dan masyarakat.
Selama ini kurikulum hanya menekankan tentang bagaimana peserta
didik mampu menyimpan informasi tanpa mengembangkannya. Konsep model ahli (expert model concept) ini benar-benar
ingin merombak pendekatan-pendekatan kurikulum tersebut. Model ahli hanya
menunjukkan beberapa hubungan dalam masyarakat dimana peserta didik hidup,
sehingga peserta didik tersebut hanya mempelajari masyarakat yang ada di
sekeliling mereka.
Jika pendidik menekankan bahwa penggunaan model ahli ini
tidak menyiratkan hal yang berat, pendekatannya memaksa pada pendidikan, tidak
akan menyiratkan tujuan dan harapan tinggi pada peserta didik dan jika proses
penerapannya benra-benar, maka pembelajaran mungkin sedikit lebih mudah dan
lebih menantang. Dari konsep performa ahli ini, pendidik memahami tujuan dengan
lebih baik lagi dengan dua pesan dari konsep tersebut adalah 1) pendidik
merancang harapan tinggi dan mendorong peserta didik menuju tingkat kemampuan
terbaik, 2) mengajarkan performa para ahli dalam semua tingkatan.
Daftar Pustaka
Joyce Bruce.,
Weil Marsha., dan Calhoun Emily. 2009. Models of
Teaching. Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar